Wednesday, October 20, 2010

Cuma Tulisan

wah wah wah. . . kayanya udah lama banget aku ga mampir kerumahku yang satu ini. dari data yang ada, tercatat aku kerumahku yang satu ini sekitar bulan januari. .hmmm, januari february maret april mei juni juli agustus september oktober, 9 bulan!! :)
tentu bukan waktu yang sebentar, pasti banyak cerita cerita di waktu yang terlupakan kemarin.
banyak banget pelajaran hidup yang aku dapat disini. mulai dengan panasnya api cinta, ketatnya persaingan bisnis, materi kuliah amburadul, panasnya panitia OSMB, sampai bagaimana menghidupi sebuah band hanya bermodalkan mengikuti pasar.

banyak kutipan yang aku dapet tentang hidup ini. salah satunya adalah "nggak ada kata menyerah, karena menyerah adalah bukan jawaban dari hidup ini". kata-kata itu yang menjadi pedomanku setiap hari.

bersambung ahh, ngantuk!!
hehe :p

Monday, October 18, 2010

Majdah Agus Arifin Nu’mang: Tanamkan Kepercayaan kepada Anak


AKTIVITAS yang padat, baik sebagai rektor Universitas Islam Makassar (UIM) maupun sebagai istri Wakil Gubernur Sulsel, tidak membuatnya melupakan peran sebagai seorang ibu. Menurutnya, meski dihadapkan pada berbagai kegiatan di luar kota, sebisa mungkin ia menjalin komunikasi dengan kelima buah hatinya.

“Keluar kota dan meninggalkan keluarga memang sudah menjadi resiko pekerjaan. Oleh karena itu, meski hanya melalui telepon atau BBM (BlackBerry Messenger), tetapi saya tetap mengupayakan untuk menjaga komunikasi dengan mereka,” ujar Majdah Muhyiddin Zain, istri wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang, kepada Supershop Magazine, Minggu 26 September 2010 lalu.

Selain itu, kata dia, dengan rata-rata usia putra-putrinya yang juga sudah menginjak masa remaja dan dewasa, membuat mereka bisa menyadari tanggung jawab masing-masing.

“Kecuali si bungsu, Syahrul. Biasanya, kalau ada dinas di luar kota, ia diajak keliling-keliling dalam kota dulu. Kakak-kakaknya juga bisa menggantikan posisi menjaga dia,” imbuh Majdah, merujuk ke putra bungsunya yang baru berusia sekitar dua tahun.

Di samping itu, sesekali ia juga berkomunikasi melalui telepon. “Alhamdulillah, selama ditinggal keluar kota, ia tak pernah rewel. Karena sudah pintar angkat telepon, biasanya juga tanya-tanya kabar atau sekadar ngobrol,” tuturnya.

Walau tak sepenuhnya bisa melakukan pengawasan ke putra-putrinya, Majdah dan suami sepakat untuk menanamkan kepercayaan kepada kelima buah hatinya.

“Terus terang, kami memang tidak bisa memproteksi secara penuh, tetapi saya dan Bapak telah menanamkan kepercayaan kepada mereka, mana hal yang benar dan yang salah. Setiap mereka menghadapi masalah, kami ajak mereka terbuka sehingga kami bisa memberi solusi dan pemahaman terhadap permasalahan yang dihadapi,” ungkapnya.

Kebebasan Menentukan Pilihan

Dalam hal pendidikan, Majdah juga mengaku tak ingin terlalu memaksakan keinginan kepada putra-putrinya. Ia sepenuhnya memberi kebebasan dalam menentukan pilihannya, sesuai dengan bakat dan minat mereka.

“Kami sebatas mengarahkan. Sebab di antara mereka, masing-masing mempunyai bakat berbeda-beda. Misalnya yang perempuan, karena punya minat di bidang kedokteran, makanya kami arahkan masuk ke fakultas kedokteran. Sementara yang dua laki-laki, mereka lebih suka kegiatan-kegiatan seperti bermusik, berorganisasi dan bersosialisasi. Sehingga, kami mengarahkan mereka kuliah di STPDN,” tutur Majdah. [Sapriadi Pallawalino/Foto: Ayatullah R. Hiba]

Ngumpul Setiap Saat

MESKI masing-masing disibukkan dengan berbagai aktivitas dan kegiatan tersendiri, tetapi sebisa mungkin mereka berkumpul setiap saat. Umumnya, kata Majdah, mereka biasanya ngumpul saat-saat maghrib di rumah.

“Biasa juga ngumpul pada jam-jam istirahat kantor. Misalnya janjian ketemu di tempat tertentu. Tinggal disesuaikan dengan jadwal kegiatan dan jam-jam istirahat kerja,” tandas penggemar olahraga bersepeda, yoga dan senam ini. [adi]


Majdah & Family

Suami : Agus Arifin Nu’mang

Anak :

1. Andi Qanisah Amaliah

2. Andi Ahmad Rizadhi

3. Andi Ahmad Fauzan

4. Andi Amanda Amaliah

5. Andi Ahmad Syahrul

Sunday, October 17, 2010

Makam Pangeran Diponegoro

Jejak Perjuangan Terakhir Sang Pangeran Berkuda


SEKILAS, tak ada yang istimewa dari bangunan seluas 25 meter persegi tersebut. Bahkan, terkesan terhimpit di antara kawasan yang padat permukiman dan pertokoan di Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Makassar.

Di bagian dalam bangunan, terdapat beberapa makam, sebuah bangunan yang berfungsi sebagai aula dengan dua kamar, berhadapan dengan musholla berukuran 6 meter persegi.

Sebuah gapura berasitektur Jawa dengan bentuk simetris berdiri kokoh di bagian depan halaman, yang menjadi akses masuk pengunjung. Tulisan di bagian atas gapura tersebut sekaligus menjadi penanda identitas bangunan kecil yang bersih dan terawat itu.

“Saya sudah sejak tahun 1997 dipercayakan merawat makam beliau (Pangeran Diponegoro) setelah sebelumnya dipercayakan ke ayah saya,” ujar Raden Mas (RM) Muh. Yusuf Saleh, penjaga makam Pangeran Diponegoro yang masih merupakan generasi ke empat, kepada Supershop Magazine, Senin 27 September 2010 lalu.

Menurut lelaki paruh baya tersebut, penjagaan makam ini diwariskan secara turun temurun kepada keturunan Pangeran Diponegoro.

Lazimnya pemakaman umum lainnya, terdapat beberapa batu nisan dengan pepohonan berukuran sedang. Makam Pangeran Diponegoro, yang berdampingan dengan istrinya, Raden Ayu (RA) Ratna Ningsih cukup menonjol dibanding makam lainnya. Makam setinggi dua meter itu dilengkapi cungkup berbentuk bangunan khas Jawa yang bergaya Joglo.

“Total ada 98 makam. Dua makam yang besar merupakan makam Pangeran Diponegoro bersama istrinya, enam makam putra-putrinya, tiga makam pengikutnya serta 87 makam cucu dan cicit beliau,” jelas Muh. Yusuf.

Menurutnya, semasa hidup, Pangeran Diponegoro sempat berwasiat kepada pengikut serta cucu dan cicitnya untuk tidak kembali ke Jawa dan tetap menetap di Makassar.

“Tetapi, setelah masa kemerdekaan, beberapa keturunan beliau sudah banyak yang kembali ke Jawa serta di daerah lainnya. Entah karena pekerjaan maupun karena menuntut ilmu,” imbuhnya.

Sebagai salah satu peninggalan sejarah, makam Pangeran Diponegoro yang juga merupakan salah seorang pahlawan nasional ramai dikunjungi berbagai kalangan, baik para pelajar dan mahasiswa yang melakukan wisata sejarah, peneliti, sejarawan maupun dari kalangan keluarga dan cucu Pangeran Diponegoro.

“Sempat beberapa tahun yang lalu, setiap tanggal 8 Januari keturunan beliau yang tersebar di berbagai daerah berkumpul di Makassar untuk memperingati hari wafat beliau. Sedangkan untuk kalangan instansi pemerintahan, umumnya mereka ziarah pada momen 17 Agustus,” kata Muh. Yusuf.

Untuk perawatan makam, ia mengakui setiap tiga bulan mendapat kucuran dana dari Pemkot. Di samping itu, juga berasal dari dana kotak amal yang ada di kompleks makam. “Jadi pengunjung tidak dipungut bayaran. Mereka hanya mengisi kotak amal secara sukarela,” tandasnya.

Perjuangan Pangeran Diponegoro

Menurut Muh. Yusuf, Pangeran Diponegoro yang juga bernama Raden Mas Oentowirjo merupakan putra sulung Sultan Hamengkubuwono III, raja ketiga Kesultanan Mataram. Masa mudanya banyak dihabiskan di pesantren, mendalami ilmu kesusasteraan, firasat, ilmu tata negara, bela diri dan kegemarannya menunggang kuda.

Meski dibesarkan di lingkungan keraton, ia lebih memilih kehidupan keagamaan dan berbaur bersama rakyat. Saat akan dinobatkan sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Pangeran Diponegoro menolak dan memilih keluar istana dengan menetap di Tegalrejo.

“Penolakan itu juga didasari ketidaksukaan beliau terhadap ayahnya yang memilih bekerjasama dengan Belanda. Di Tegalrejo, ia lalu menggalang kekuatan bersama rakyat untuk melawan Belanda,” tutur Muh. Yusuf.

Perang Diponegoro pun terjadi pada tahun 1825 sampai 1830. Tetapi, karena kelicikan Belanda, akhirnya ia berhasil ditangkap dan diasingkan ke beberapa tempat. Mulai dari Ungaran, Serang, Batavia (sekarang wilayah Jakarta), Manado hingga menutup usia di Makassar.

“Beliau memang sangat menentang Belanda. Sebelum wafat, ia sempat berwasiat ‘Teruskan perjuanganku, bersihkan negara dari setiap kutu-kutu penjajah,” ujarnya. [Sapriadi Pallawalino/Foto-foto: Ayatullah R. Hiba]

Makam Pangeran Diponegoro

Lokasi : Jln. Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo (sekitar empat kilometer sebelah utara Lapangan Karebosi)

Akses ke lokasi : Dapat diakses dengan angkutan umum, taksi maupun fasilitas yang disediakan hotel.

Tarif masuk : Pengunjung tidak dikenai biaya. Hanya tersedia kotak yang amal yang bisa diisi secara sukarela

Waktu buka : Pukul 08.00 sampai 17.00

Rumah Makan Ulu Juku



Kelezatan Masakan Berpadu dengan Kemewahan Ornamen Ruangan


RUMAH Makan Ulu Juku, selama ini identik dengan Jln. A. P. Pettarani dan Jln. Abd. Daeng Sirua, Makassar. Bagi penikmat masakan khas kepala ikan, dua rumah makan tersebut menjadi tongkrongan favorit memanjakan lidah.

Tetapi, jangan terkecoh saat Anda menyambangi kedua lokasi tersebut. Sebab, tak ada lagi tanda-tanda keberadaan rumah makan itu di kedua tempat tadi. Ya, terhitung sejak 27 Juni 2010 lalu, Rumah Makan Ulu Juku berpindah ke Jln. Racing Centre, menempati bangunan baru berlantai lima dengan lahan seluas 1.500 meter persegi.

“Alhamdulillah, kita bisa menempati gedung baru lebih awal. Tentunya, selain menawarkan aneka menu masakan, kami juga mencoba menghadirkan kenyamanan bagi pengunjung,” tutur Ahmad Hidayat, salah seorang pengelola RM Ulu Juku kepada Supershop Magazine, Sabtu 24 September 2010 lalu.

Menurut Ahmad, berbeda dengan dua rumah makan sebelumnya, di gedung baru tersebut menyajikan menu yang lebih beragam dengan fasilitas yang lengkap. Di lantai dasar, kata dia, terdapat lokasi produksi roti dengan brand Roti Daeng Cap Pantai Losari.

“Sedikitnya ada 48 jenis roti yang diproduksi dengan berbagai pilihan rasa yang berbeda, dan dipasarkan di rumah makan maupun di kantor-kantor,” ujarnya.

Sementara lantai I, merupakan gedung RM Ulu Juku dengan berbagai masakan khas kepala ikan, seperti pallumara ulu juku, gulai ulu juku, sup ulu juku dan goreng ulu juku. Untuk lantai II, merupakan gedung RM Angkasa Nikmat dengan menu yang lebih beragam, mulai dari masakan tradisional, nasional hingga Internasional.

Selain menyuguhkan kelezatan racikan masakan, pengunjung pun dibuat betah dengan keindahan desain interior dan ornamen ruangan dari marmer. Mulai dari kursi, meja, dapur hingga meja kasir. Di setiap lantai, ditata dengan ornamen ruangan yang berbeda dan unik.

“Untuk lantai III sampai V, juga tersedia ruang meeting untuk rapat-rapat instansi, gedung serbaguna dengan live music serta ruang karaoke,” imbuh Ahmad.

Cita Rasa Khas

Dari segi masakan, kata Ahmad, Ulu Juku mengandalkan bahan dengan kualitas ekspor. Kepala ikan disuplai dari perusahaan pengekspor ikan.

“Kami memang telah sejak lama bekerjasama dengan beberapa perusahaan ekspor ikan. Untuk ekspor, biasanya mereka hanya menjual dagingnya saja dan kepala ikan yang masih segar itulah yang kami beli,” jelas Ahmad.

Tak kalah penting adalah menjaga cita rasa. Sebab, kata Ahmad, bisnis kuliner intinya adalah menjual rasa. “Boleh saja di tempat lain ada rumah makan yang juga menghidangkan masakan ulu juku. Namun dari segi rasa tentu saja beda. Kami punya cita rasa yang khas,” ujarnya. [Sapriadi Pallawalino/Foto: Ayatullah R. Hiba - int]

Merintis dari Bangku Kuliah

KISAH sukses Rumah Makan Ulu Juku, bermula dari tahun 2000 lalu. Empat orang mahasiswa yang saat itu sementara menimba ilmu, ‘terusik’ untuk mencoba berbisnis kuliner. Mereka, yakni Ahmad Hidayat, Rahmin Nurma, Nursida dan Najamuddin, kemudian membuka warung bakso di bilangan Jln. Abd. Daeng Sirua, Makassar.

Tetapi, di tahun 2005 mereka ‘banting setir’ dan tertantang merintis rumah makan yang menyajikan menu lokal khas Makassar, yakni makanan berbahan dasar kepala ikan. Keputusan tepat, respon penikmat kuliner pun cukup tinggi. Mereka pun kemudian membuka cabang di bilangan Jln. A. P. Pettarani.

Selang lima tahun, tepatnya Juni 2010, obsesi mereka pun terwujud. Dengan bangunan berlantai lima yang notabene milik sendiri di Jln. Racing Centre, mereka menghadirkan rumah makan yang tak sekadar menyajikan aneka masakan, tetapi beragam fasilitas yang komplit, seperti ruang meeting, entertainment, dan desain interior yang wah.

Kini, para pemilik pun masing-masing berbagi tugas. Najamuddin menangani bagian quality control, Nursida bagian kasir, Ahmad Hidayat bagian maintenance, Daeng Farid pengawasan secara umum, Ahmad Jusnen bagian personalia dan Suardi di bagian pengadaan bahan masakan. [adi]


Rumah Makan Ulu Juku

Alamat : Jln. Racing Centre 99 A Makassar

Buka : Jam 10.00 – 22.00 (setiap hari)

Telp. : +62 411 42 1414

‘Dalang’ di Balik Sukses Indonesia Mencari Bakat

SOSOKNYA sederhana. Tanpa make up mencolok, sore itu ia tampil casual dengan balutan uniform Trans TV. Rambut panjang sebahu, diikat dengan gaya klasik yang tetap menarik. Senyumnya ramah mengembang, saat penulis menghampirinya.

Siapa sangka, di balik kesederhanaannya itu, alumni Komunikasi Universitas Indonesia (UI) ini merupakan salah satu sosok penting di balik sukses ajang Indonesia Mencari Bakat, yang saat ini menjadi program favorit pemirsa televisi di tanah air.

“Dari awal kami memang sudah bertekad menghadirkan tontonan yang menghibur dan berkualitas yang disukai penonton. Terbukti, dari riset yang dilakukan Nielsen, IMB menjadi salah satu program terfavorit pemirsa di tanah air,” ungkap Herny Mulyani, Executive Producer IMB, kepada Supershop Magazine di sela-sela audisi di Trans Studio Mall, Minggu 26 September 2010 lalu.

Menurutnya, tak mudah menghadirkan program televisi yang banyak disukai penonton. Selain berdasarkan analitis rating dari riset Nielsen, juga diperlukan kejelian membaca potensi pasar dari program tersebut. Entah itu berasal dari keseharian masyarakat, buku, film, dan program lainnya dari luar negeri.

“Inspirasinya seputar kehidupan sehari-hari, buku, film, maupun program dari luar lainnya. Nah, meski diadopsi, tetapi kami tetap membuat konsep sesuai dengan minat dan selera penonton di tanah air,” tambah ibu dua putra yang bersuamikan orang Makassar ini.

Selain memproduseri IMB, wanita yang menyukai musik dan film-film seputar politik dan isu konspirasi ini juga menangani beberapa program ‘laris’ lainnya di Trans TV, seperti Insert, Dering, Termehek-mehek hingga Sahabat GP. [Sapriadi Pallawalino/Foto: koleksi pribadi]