24 hours service, bukan lagi fenomena baru. Kehadiran beberapa warung kopi (warkop) serta sejumlah pusat layanan umum yang memberlakukan pelayanan 24 jam, membuat Makassar seolah tak pernah tidur.
JAM menunjukkan 00.30 saat penulis menelusuri ruas Jln. Pettarani, Makassar, akhir November 2010 lalu. Meski malam beranjak larut, ruas jalan ini masih tetap ‘hidup’. Memang tak seramai saat siang hari, tetapi beberapa kendaraan masih lalu lalang di salah satu jalan utama di ibukota propinsi Sulawesi Selatan ini. Di sisi kiri dan kanan jalan, beberapa toko-toko kelontong masih terbuka. Sejumlah ATM beberapa bank pun tetap stand by menunggu nasabah yang tiba-tiba saja membutuhkan uang tunai.
Tak jauh beda dengan warung-warung makan beratap tenda, Sari Laut. Memanfaatkan trotoar jalan, mereka masih ramai pengunjung. Suara denting peralatan masak, gemericik minyak goreng, senda gurau yang sesekali diselingi tawa pengunjung beradu dengan suara deru-deru kendaraan yang melintas. Tak peduli, lalam semakin beranjak larut.
Pemandangan yang sama di sejumlah warung kopi (warkop) dan rumah makan yang penulis jumpai di beberapa lokasi. Berbekal secangkir kopi, sejumlah pengunjung terpaku menatap layar datar dan hanyut dalam hingar-bingar dunia maya. Ya, selain sajian aneka minuman dan makanan, tren terkini warkop dan rumah makan di Makassar adalah menyajikan wifi atau area hotspot.
Yanti, pemilik salah satu rumah makan yang memilih buka 24 jam, mengaku tempatnya tak pernah sepi pengunjung meski malam beranjak larut. “Umumnya, mereka adalah mahasiswa dari beberapa kampus. Cukup memesan sekali menu, mereka sudah bisa online sampai pagi. Entah sekadar browsing, facebook-an maupun bermain poker,” tutur Yanti, pemilik rumah makan Ada Rasa yang terletak di Jln. Pettarani.
Selain mahasiswa, kata dia, juga ada beberapa pekerja kantoran dan pebisnis yang memilih nongkrong sampai pagi. Mereka, lanjut Yanti, biasanya memilih pas malam week end.
Soal omzet per hari, Yanti enggan membeberkan secara rinci. Tetapi, sekadar perbandingan, ia mengaku omzet di siang hari memang masih lebih banyak dibanding malam hari.
“Kalau soal omzet, siang hari memang lebih banyak dibanding malam. Siang gonta-ganti pengunjung yang masuk. Paling lama dua jam satu orang. Sementara kalau malam, satu orang itu bisa bertahan sampai empat atau lima jam, bahkan sampai pagi sekalipun,” imbuh Yanti, yang telah menjalankan usaha rumah makannya selama empat tahun ini.
Alasan buka 24 jam, kata dia, awalnya tak muluk-muluk. Tak mau repot buka tutup setiap hari, ia pun memilih stand by secara non-stop. “Soal keamanan, kami tak terlalu khawatir. Selain karena berada di ruas jalan ramai, juga dekat dari kantor polisi. Bahkan, terkadang ada beberapa petugas yang kerap singgah di sini. Entah ngopi, makan atau online,” ucap Yanti yang dibantu empat karyawannya.
Makin Malam, Makin Ramai
Hal yang tak jauh beda dengan Warkop 76. Meski letak yang tak terlalu strategis, warkop yang terletak di Jln. Toddopuli Raya Timur ini tetap menjadi favorit beberapa penikmat alam malam menghabiskan waktu. Mereka dari berbagai kalangan, seperti karyawan, aktivis, politisi, pengusaha hingga PNS.
Di akhir pekan, jumlah pengunjung pun lebih ramai dibanding hari biasa. Selain karena siangnya mereka libur, juga ada yang memilih berkumpul bersama teman-teman menikmati tayangan pertandingan sepakbola Internasional.
“Di lantai satu, mereka dari berbagai kalangan. Sementara di lantai dua rutin ditempati oleh komunitas Juventini Makassar untuk nonton bareng,” ungkap Arifin Galib, pemilik Warkop 76 yang telah membuka franchise di beberapa tempat, seperti di Parepare dan Palu, Sulawesi Tengah.
Sementara Alim Anwar, pemilik Warkop Kawanua yang terletak di Jln. Pondokan, tak jauh dari kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), mengungkapkan bahwa pengunjung di tempatnya justru jauh lebih banyak di malam hari dibanding siang hari.
“Karena terletak di daerah kampus, makanya pengunjung didominasi oleh kalangan mahasiswa. Tapi, juga ada beberapa karyawan kantoran serta sesekali menjadi tempat pertemuan,” ungkap Alim Anwar, yang biasa disapa Kak Ul.
Selain warkop, rumah-rumah makan pun tak ketinggalan memberlakukan layanan 24 jam. Beberapa rumah makan dengan sajian masakan lokal, seperti coto dan songkolo yang tersebar di beberapa lokasi pun memilih buka sampai menjelang pagi.
Melayani Tanpa Batas Waktu
Selain warung-warung kopi dan rumah makan, layanan 24 jam ini pun bisa ditemui pada beberapa tempat-tempat perbelanjaan dan layanan umum. Salah satunya Apotek K-24.
Diah, apoteker Apotek K-24 Makassar Cabang Pengayoman, menuturkan, gerai farmasi yang telah beroperasi selama dua tahun di Makassar ini memilih buka 24 jam dikarenakan kebutuhan obat bagi masyarakat yang sifatnya mendesak. Selain menyediakan kebutuhan obat-obatan, Apotek K-24 juga melayani pengobatan bagi masyarakat sampai larut malam.
“Untuk melayani pengobatan, kami dilengkapi dengan dokter umum dan dokter gigi. Khusus dokter umum, mereka stand by 24 jam untuk melayani pengobatan masyarakat sampai larut malam,” kata Diah.
Menurutnya, tak hanya memberlakukan layanan 24 jam, apotek yang telah buka selama dua tahun di Makassar dengan system franchise ini juga melayani free delivery bagi masyarakat yang memerlukan obat-obatan. Pengantaran gratis ini diperuntukkan bagi konsumen dengan pembelian minimal Rp50 ribu.
“Prospeknya pun sejauh ini cukup bagus. Biasanya, permintaan obat-obatan di malam hari ramai di antara jam 1 sampai jam 3 malam,” ungkap Diah.
Selain apotek, layanan 24 jam ini pun dapat dijumpai pada tempat perbelanjaan kebutuhan sehari-hari. Alfamidi misalnya, ritel middle market yang telah membuka beberapa cabang di Makassar ini pun menjadi tempat belanja kebutuhan masyarakat Metropolis yang memilih terjaga sampai larut malam.
Sementara di bidang jasa, hotel-hotel, rumah sakit bersalin, dan SPBU siap memberikan pelayanan tanpa batas waktu. [Adi Pallawalino/Foto: Ayatullah R. Hiba]